Senin, 04 Mei 2009

MELIPATGANDAKAN & MEMAKSIMALKAN TALENTA

Ayat bacaan: Matius 25:14-30
Dalam bukunya “Talent is Never Enough”, John Maxwell mengatakan bahwa bakat atau talenta saja ternyata tidak cukup untuk membawa orang menuju kepada puncak keberhasilan dan kesuksesan. Orang-orang seringkali memandang dan mengaitkan prestasi-prestasi luar biasa yang dilakukannya dengan bakatnya. Padahal itu adalah satu kebohongan dan kesalahan dalam meilai kesuksesan seseorang, karena banyak sekali orang berbakat yang hidupnya biasa-biasa saja dan malahan sama sekali tidak bisa meraih kesuksesan.
Dari ayat bacaan perumpamaan tentang talenta, saya menemukan beberapa poin mengenai bakat / talenta:
1. Ayat 14 – 15 ; Setiap orang dianugerahi talenta yang luar biasa oleh TUHAN. TUHAN memberikan kepada kita berbeda sesuai dengan kapasitas kita masing-masing, ada yang diberi 5, ada yang diberi 2, ada yang diberi 1. Mungkin kalau kita akan berpikir bahwa ALLAH itu tidak adil, kenapa DIA tidak memberikan kepada tiap-tiap orang dengan jumlah yang sama. Menurut saya, TUHAN tetap memiliki tujuan yang baik buat kita di balik semua itu.
Saya ambil contoh si A dan si B:
A lahir di dalam sebuah keluarga Kristen, yang semuanya sudah teratur dan sudah melakukan kebenaran; maka ALLAH mengaruniakan 5 talenta kepada si A.
B lahir di dalam keluarga non Kristen yang belum mengerti kebenaran dan ALLAH mengaruniakan hanya 2 talenta kepada si B. Karena talenta di tangan orang yang belum mengerti kebenaran, biasanya berujung kepada dosa kesombongan, sehingga apabila ALLAH mengaruniakan talenta yang lebih banyak kepada si B, bisa jadi seumur hidupnya dia tidak akan pernah mau mencari TUHAN.
Namun kabar gembiranya adalah bahwa ALLAH tidak menutup kemungkinan kalau si B / hamba yang diberikan 2 talenta, pada garis akhir memiliki jumlah talenta yang sama dengan si A / hamba yang diberikan 5 talenta pada awal. Bisa jadi mereka sama-sama memiliki 7 talenta atau bisa juga mereka sama-sama memiliki 10 talenta. Bakat adalah pemberian, tetapi kesuksesan harus diraih.
2. Ayat 30 : Tidak mempergunakan talenta atau bakat adalah suatu perbuatan berdosa. ALLAH tidak pernah memberikan sesuatu tanpa alasan. ALLAH menganugerahkan masing-masing kita talenta untuk dapat dipergunakan bagi kemuliaan nama-NYA. Proses itu harus terjadi sepanjang hidup kita. Dulu, sebelum tahu mengenai kebenaran, saya pernah berpikir untuk bekerja giat pada masa muda saya, dan akhirnya mendapatkan passive income yang mana nantinya pada masa tua saya tidak usah bekerja lagi dan tinggal bersantai-santai sambil menikmati sisa hidup saja. Tapi ternyata, dari ayat ini boleh disimpulkan bahwa: pada saat seeorang memutuskan untuk tidak berbuat apa-apa lagi untuk mengembangkan diri, pada titik itulah kita sudah mulai melakukan perbuatan dosa, karena tujuan hidup kita adalah untuk memuliakan-NYA bukan untuk memuliakan diri kita sendiri. Dan ternyata kalau dilogika, memang benar tujuan TUHAN, DIA bukan hanya egois dan mencari kemuliaan sendiri; namun alasan tersebut juga dipikirkan untuk kebaikan manusia. Orang-orang tua yang sudah tidak bekerja dan hanya bermalas-malasan saja, kebanyakan tidak mau mengembangkan diri lagi, sehingga akhirnya menjadi cepat pikun, secara otomatis pelan-pelan mulai terserang penyakit dan akhirnya cepat meninggal.
3. Ayat 28 : ALLAH bisa mencabut talenta kita / Bakat yang tidak dipergunakan bisa hilang. Bakat yang hanya disimpan dan tidak pernah dipergunakan, bisa saja diambil oleh ALLAH. Sebetulnya kalaupun kita mengusahakan dan tidak menghasilkan tambahan talenta, TUHAN tidak akan marah kepada kita. Karena kita diciptakan bagi kemuliaan ALLAH, sama saja artinya pada saat hamba itu mengubur talentanya, kemudian dia tidak melakukan apa-apa dan hanya bermalas-malasan saja. Dan kalaupun talenta itu sudah berkembang lipat ganda, TUHAN sama sekali tidak akan pernah memintanya kembali.
4. Tiap-tiap kita harus mempertanggungjawabkannya kepada TUHAN
Pilihan-Pilihan yang Dapat Dilakukan untuk Memaksimalkan Talenta:
A. KEYAKINAN / KEPERCAYAAN DIRI
Matius 17:20b  …Sesungguhnya sekiranya kamu mempunyai iman sebesar biji sesawi saja kamu dapat berkata kepada gunung ini: Pindah dari tempat ini ke sana, --maka gunung ini akan pindah, dan takkan ada yang mustahil bagimu.
Dari ayat tersebut, kita bisa menyadari bahwa manusia memiliki potensi yang tidak terbatas. Tapi seringkali yang menciptakan batasan-batasannya adalah diri kita sendiri. Jika kita ingin menjadi lebih dari apa yang kita ada sekarang, kita perlu untuk yakin kepada diri sendiri, yakin akan kemampuan atau bakat kita. Keyakinan akan menciptakan impian-impian, impian menentukan harapan, harapan menentukan tindakan, dan akhirnya tindakan akan menentukan hasil.
Chris John, juara dunia tinju WBA, adalah sebuah contoh yang riil. Pada saat di Semarang, hampir setiap hari saya bertemu dengan Chris John yang sedang jogging di pinggir jalan. Jika kita memandang dari fisiknya yang kurus kering, kelihatannya Chris John sama sekali tidak ada potensi untuk menjadi juara dunia. Tapi saya yakin bahwa keyakinan diri dari sang ayah lah yang akhirnya mampu membentuk Chris menjadi seorang juara dunia seperti sekarang ini.
Keyakinan bisa ditumbuhkan dengan mengenali talenta kita dan percaya kepada diri sendiri lalu memiliki misi. Juga melalui komunitas; dalam hal ini lebih banyak berkaitan adalah komunitas keluarga.
B. GAIRAH / SEMANGAT
Amsal 18:14a  Orang yang bersemangat dapat menanggung penderitaannya.
Dengan semangat, orang tidak akan pernah berhenti atau menyerah walaupun mereka mengalami kegagalan beberapa kali. Semangat adalah api, Seperti sumbu yang dibakar, api akan terus maju dan tidak akan pernah berhenti sampai berhasil.
Untuk menjaga semangat, kita perlu menyukai pekerjaan yang kita lakukan serta memberikan prioritas-prioritas kepada pekerjaan sesuai kesukaan kita. Juga sama seperti dengan keyakinan, komunitas adalah salah satu yang terpenting untuk menumbuhkan semangat. Ada dua type komunitas: fire-fighter (=yaitu orang yang akan terus menyiramkan air di atas api semangat kita), type yang satu ini sebaiknya dijauhi; dan fire-lighter (=yaitu orang yang akan membantu kita menjaga api dalam diri kita untuk terus menyala, bahkan menyala lebih lagi), type yang seperti inilah yang seharusnya menjadi kumpulan komunitas kita, karena semangat adalah sikap yang dapat menular.
Ibunda dari (alm.) Bp. Yeremia Rim adalah salah satu contoh; bahwa dalam usianya yang ke-81, beliau baru saja menyelesaikan kuliah S-1 Theologi nya; juga beliau masih mau mengikuti kelas pemuridan Dasar Kekristenan dan Hidup Berjemaat. Dengan semangatnya yang masih berapi-api, kami sekelas pun juga ikut memiliki semangat yang sama.
C. INISIATIF
Pengkotbah 11:4  Siapa senantiasa memperhatikan angin tidak akan menabur; dan senantiasa melihat awan tidak akan menuai.
Orang-orang yang berinisiatif adalah orang-orang yang tidak menunggu segala sesuatu untuk menjadi sempurna dulu untuk melakukan segala sesuatu.
Tunangan saya pernah bercerita bahwa pada waktu SMA, dia pernah menginginkan menjadi pelatih dan koordinator untuk tim menari, padahal saat itu teman dan guru-gurunya tidak ada yang mengetahuinya, sampai suatu hari ada tawaran dan dia berinisiatif mengajukan diri untuk mengambilnya dan berhasil. Kalau pada saat itu, dia tidak berinisiatif menawarkan diri, maka sampai sekarang keinginan itu hanya sekedar menjadi keinginan saja. Terlalu banyak dari kita seringkali memiliki ide yang brilliant tapi tidak pernah terwujud karena hanya berakhir dalam pikiran kita saja.
Untuk bisa mempunyai inisiatif, diperlukan keberanian untuk mampu mengalahkan ketakutan kita. Seringkali bayangan kita mengenai suatu masalah adalah jauh lebih besar daripada kenyataannya pada saat kita menjalaninya.
Ada sebuah cerita mengenai seorang pemilik rumah dengan kebun yang luas. Beberapa malam dia mendengar suara kodok yang bergema di kebunnya. Pagi berikutnya dia meminta tukang kebun untuk mencari kodok di kebunnya, yang ternyata hanya ada satu kodok yang membuat gema suara seolah-olah ada banyak kodok di kebunnya. Masalah adalah sama seperti kodok di dalam kebun. Mereka sering kelihatan besar dan banyak sebelum kita jalani. Tapi setelah kita jalani, ternyata tidak sebesar dan sebanyak yang kita kuatirkan.
D. FOKUS
I Korintus 9:26  Sebab aku tidak berlari tanpa tujuan dan aku bukan petinju yang sembarangan memukul.
Filipi 3:13b  aku melupakan apa yang telah di belakangku dan mengarahkan diri kepada apa yang di hadapanku.
Seringkali bayangan masa lalu atau kegagalan di masa lalu yang menjadikan penghalang terbesar bagi orang untuk bisa terfokus pada sasaran sebenarnya yang di depan. Orang seharusnya belajar dari masa lalu dan tidak membiarkan diri hidup di dalamnya dan memusatkan perhatian pada hasil yang akan dicapai. Juga tidak terlampau hidup dalam masa depan. Masa depan sebaiknya hanya menjadi sasaran, tapi tidak membawa kita hidup di dalamnya saat sekarang.
Jim Elliot berkata, “Dimanapun Anda berada, jadilah seutuhnya disana.”
Fokus adalah sama saja dengan berburu dua kelinci sekaligus. Kita tidak akan pernah berhasil jika kita ingin menangkap keduanya sekaligus. Orang yang hidup dalam masa lalu sama seperti orang yang berburu dan meleset pada tembakan pertama dan ketakutannya terus membekas pada tembakan-tembakan berikutnya sehingga akhirnya tidak bisa memaksimalkan konsentrasinya. Orang yang hidup dalam angan-angan masa depannya adalah sama seperti pemburu yang hanya memegang senapannya dan hanya membayangkan kelinci bakar atau sate kelinci yang lezat tapi tidak pernah menarik pelatuk senapannya.
Untuk bisa memfokuskan diri kepada sasaran, diperlukan latihan.
E. SIKAP BISA DIAJAR
Amsal 1:5  baiklah orang bijak mendengar dan menambah ilmu dan baiklah orang yang berpengertian memperoleh bahan pertimbangan—
Penulis ayat di atas adalah Salomo, raja terbesar dan orang yang paling memiliki hikmat sepanjang masa; meskipun demikian Salomo masih tetap mau mendengar dan menambah ilmu. Belajar adalah suatu kegiatan yang tidak terbatas oleh umur. Namun seringkali orang-orang yang merasa berbakat malah mereka menjadi orang-orang yang tidak mau diajar lagi.
Kita bisa melihat perbedaan dari Raja Saul dan Raja Daud. Pada saat Samuel memperingatkan kesalahan Saul, dia malah membantah dan mencoba memposisikan diri tidak bersalah (1 Samuel 15:1-35). Sedangkan Raja Daud, pada saat Nabi Natan memperingatkan kesalahannya, dia langsung menyesal dan memohon ampun kepada TUHAN (2 Samuel 12:1-25). Dari kedua contoh ini, kita bisa melihat bahwa Saul memiliki sikap tidak bisa diajar yang akhirnya membawa kemurkaan ALLAH; sedangkan Daud memiliki sikap mau diajar yang pada akhirnya tetap membuahkan kesenangan ALLAH.
Musuh dari sikap bisa diajar adalah kesombongan dan untuk bisa memiliki sikap bisa diajar, harus ada sikap rendah hati.
F. KARAKTER
Matius 5:48  Karena itu haruslah kamu sempurna, sama seperti Bapamu yang di sorga adalah sempurna.
Bakat mampu membawa seseorang menuju ke puncak, namun tanpa karakter orang tidak akan mampu bertahan di puncak. Orang seringkali terbalik menerapkan: mereka menginginkan reputasi terlebih dahulu, tanpa memperhatikan karakter; padahal dengan memiliki karakter, maka secara otomatis kita akan memiliki reputasi.
Contoh tokoh dalam Alkitab yang memiliki karakter yang teguh adalah Yusuf. Dimana sejak dari penganiayaan oleh kakak-kakaknya, pemfitnahan oleh istri Potifar, juru masak yang melupakan dia di penjara; tapi kejadian-kejadian sepahit apapun tidak melunturkan karakternya.
Character is “what you are in the dark”
Untuk memiliki karakter, pertama-tama kita perlu memiliki prinsip-prinsip dan nilai-nilai dan belajar untuk menaklukkan diri sendiri dengan berdisiplin melakukannya.
G. TANGGUNG JAWAB
Matius 25:23b  Baik sekali perbuatanmu itu, hai hambaku yang baik dan setia, engkau telah setia memikul tanggung jawab dalam perkara yang kecil, aku akan memberikan kepadamu tanggung jawab dalam perkara yang besar. Masuklah dan turutlah dalam kebahagiaan tuanmu.
Orang-orang yang menangani tanggung jawab mereka dengan baik akan mendapatkan kesempatan untuk menangani tanggung jawab tambahan.
Untuk menjadi seorang pribadi yang bertanggung jawab, mulailah dengan:
- berhenti mempersalahkan orang lain
- menyelesaikan apa yang sudah dimulai
- jangan harapkan orang lain untuk menggantikan Anda
End Story:
Seorang jenderal yang meninggal, bertemu dengan Rasul Petrus di gerbang surga. Karena tertarik dengan sejarah kemiliteran, sang jenderal bertanya, “Petrus, siapakah jenderal terbesar di sepanjang masa?” Petrus segera menjawab, “Oh, itu pertanyaan sederhana. Itulah orangnya yang ada disana.”
“Anda pasti keliru,” jawab jenderal. “Saya kenal orang itu sewaktu hidup dan dia hanya seorang pekerja biasa.” Itu benar, sahabatku; ia bisa menjadi jenderal terbesar sepanjang masa, jika saja ia menjadi seorang jenderal.”
Moral cerita ini adalah apa yang mau kita capai dalam hidup, semuanya bergantung kepada pilihan yang kita buat dan mau kita kerjakan. Dan yang terpenting bagi pertumbuhan kita adalah seorang mentor yang mau mengajar dan menumbuhkan potensi kita.

By: Budi Santoso